IMRaD sebagai Kerangka Logika: Strategi Penulisan Artikel Ilmiah bagi Peneliti Studi Al-Qur’an

Mohammad Nor Ichwan

A. Pendahuluan: Mengapa Struktur Penting dalam Menulis Artikel Ilmiah?

Menulis artikel ilmiah bukan sekadar menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Ia adalah sebuah proses akademik yang sistematis, terstruktur, dan bertujuan untuk menyampaikan temuan penelitian secara objektif, logis, dan dapat diverifikasi oleh komunitas ilmiah. Dalam dunia publikasi ilmiah—baik nasional maupun internasional—struktur berfungsi sebagai “kerangka tulang” yang menopang seluruh isi artikel. Tanpa kerangka ini, sehebat apa pun temuan penelitian dapat tersesat dalam narasi yang berbelit, tidak fokus, dan pada akhirnya gagal untuk dikomunikasikan secara efektif kepada pembaca, editor, maupun reviewer. Struktur yang jelas memastikan bahwa setiap elemen argumen—mulai dari pertanyaan penelitian, metodologi, bukti, hingga interpretasi—disajikan pada tempatnya, sehingga memudahkan proses penilaian dan apresiasi.

Salah satu struktur paling populer dan paling banyak diadopsi dalam artikel ilmiah modern adalah IMRaD—singkatan dari Introduction, Methods, Results, and Discussion. Struktur ini telah menjadi standar de facto di ribuan jurnal ilmiah bereputasi tinggi di seluruh dunia. Sebuah studi yang menganalisis ribuan artikel dari berbagai disiplin ilmu menunjukkan bahwa format IMRaD mendominasi lebih dari 80% publikasi di jurnal-jurnal indeks Scopus dan Web of Science. Dominasi ini bukan tanpa alasan. IMRaD merefleksikan logika dasar metode ilmiah itu sendiri: dimulai dengan mengenalkan masalah (Introduction), menjelaskan cara menginvestigasinya (Methods), memaparkan temuan yang diperoleh (Results), dan akhirnya menafsirkan makna, implikasi, serta keterbatasan dari temuan tersebut (Discussion).

Namun, dalam bidang humaniora dan studi keagamaan, khususnya Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, sering kali muncul anggapan bahwa IMRaD adalah struktur yang “kaku” dan “terlalu sains”—cocok untuk eksperimen laboratorium yang kuantitatif, tetapi tidak relevan untuk kajian teks, hermeneutika, dan analisis wacana yang bersifat kualitatif. Pandangan ini merupakan kesalahpahaman yang perlu diluruskan. Esensi IMRaD bukanlah pada angka-angka atau grafik, melainkan pada alur logika penalaran yang ketat dan transparan. Alur ini justru sangat dibutuhkan dalam penelitian studi Al-Qur’an untuk menghindari analisis yang subjektif, tidak terarah, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Oleh karena itu, tujuan pertemuan ini adalah:

  1. Memahami esensi dan fungsi struktur IMRaD sebagai kerangka logika, bukan sekadar template teknis.
  2. Menjelaskan mengapa jurnal bereputasi—bahkan di bidang tafsir seperti “Al-Bayan,” “Qur’anic Studies Journal,” atau “Journal of Qur’anic Research”—secara eksplisit mewajibkan atau sangat merekomendasikan struktur ini, karena memenuhi standar transparansi dan kedisiplinan argumentasi yang diminta oleh para reviewer internasional.
  3. Menunjukkan bagaimana IMRaD dapat diadaptasi secara elegan untuk penelitian berbasis teks, library research, hermeneutika, dan analisis wacana dalam studi Al-Qur’an. Misalnya, bagian “Methods” dapat berisi penjelasan tentang pendekatan hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd atau teori semiotika, sementara “Results” dapat berisi pembacaan terhadap ayat-ayat tertentu sebagai “data” temuan.
  4. Memberikan contoh nyata artikel tafsir berformat IMRaD dari jurnal internasional bereputasi untuk dianalisis bersama.
  5. Memberikan tugas praktis: mengidentifikasi dan memetakan setiap komponen IMRaD dalam artikel jurnal target yang telah dipilih, sehingga mahasiswa dapat melihat penerapannya secara langsung.

B. Apa Itu IMRaD? Asal-Usul dan Fungsi Setiap Komponen

Asal-Usul IMRaD: Lebih dari Sekadar Tren

Istilah “IMRaD” mulai mengkristal sebagai format standar pada pertengahan abad ke-20, didorong oleh ledakan penelitian pasca-Perang Dunia II dan revolusi dalam komunikasi ilmiah. Namun, akarnya jauh lebih dalam. Format ini merupakan evolusi alami dari tradisi laporan ilmiah yang berusaha meniru proses penalaran empiris yang diajukan oleh filsuf-filsuf seperti Francis Bacon. Pada masa itu, artikel di jurnal seperti Philosophical Transactions of the Royal Society sering kali masih bersifat naratif dan kurang terstruktur. Tekanan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kemudahan replikasi di tengah semakin banyaknya jumlah makalah yang diterima jurnal memaksa dunia akademik untuk mengadopsi format yang seragam.

Awalnya, IMRaD memang dikembangkan dan distandardisasi dalam bidang ilmu alam dan biomedis, di mana kebutuhan untuk mendeskripsikan eksperimen, hasil, dan interpretasi secara terpisah sangat jelas. Namun, klaim bahwa IMRaD adalah “benda asing” bagi humaniora adalah klaim yang ahistoris dan mengabaikan universalitas logika penalaran. Struktur ini kemudian diadopsi secara luas oleh bidang humaniora—termasuk filsafat, sejarah, sastra, dan studi agama—bukan karena tekanan dari “sains”, melainkan karena keunggulan intrinsiknya dalam memandu penulis untuk menyusun argumen yang koheren, terdokumentasi, dan dapat dipertahankan. Dalam konteks studi Al-Qur’an dan Tafsir, adopsi IMRaD adalah bagian dari upaya disiplin ini untuk berpartisipasi dalam percakapan akademik global yang menuntut kejelasan, ketelitian, dan akuntabilitas metodologis.

Fungsi Setiap Bagian dalam IMRaD: Peta Jalan bagi Peneliti Studi Al-Qur’an

Introduction (Pendahuluan): Membangun Pijakan Argumen

Fungsi Introduction bukan sekadar pengantar, melainkan dasar argumentasiyang meyakinkan pembaca bahwa penelitian Anda layak dilakukan. Ia harus membimbing pembaca dari konteks umum (misalnya, pentingnya konsep keadilan dalam etika Islam) menuju fokus yang spesifik. Bagian ini harus secara kritis memetakan state of the art(kajian terkini tentang tafsir keadilan oleh para sarjana modern) dan dengan tegas mengidentifikasi research gap (celah penelitian), seperti kurangnya analisis terhadap pendekatan tertentu atau penerapan dalam konteks baru.

  • Contoh dalam Tafsir: “Meskipun banyak kajian tentang ayat-ayat keadilan sosial (‘adl) dalam Al-Qur’an (misalnya, karya Fazlur Rahman dan Nasr Hamid Abu Zayd), hampir tidak ada yang secara khusus menganalisis penafsiran tematik (maudhu’i) Ibn ‘Asyur dalam Surah An-Nisa’ dan relevansinya dengan model ekonomi Islam kontemporer. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi celah tersebut.”

Methods (Metode): Memastikan Keandalan dan Dapat-Diikuti

Ini adalah jantung dari kredibilitas akademik sebuah artikel. Dalam studi teks, bagian Methods sering kali diabaikan dengan alasan penelitian adalah “kualitatif” atau “library research”. Ini adalah kesalahan fatal. Bagian Methods berfungsi untuk menjelaskan secara rinci bagaimanapeneliti menjawab pertanyaan penelitiannya, sehingga prosesnya dapat dinilai keandalannya (trustworthiness) dan dapat diikuti (auditability) oleh peneliti lain. Ini melibatkan penjelasan tentang jenis data (tafsir mana yang dianalisis), teknik pengumpulan data (how), dan kerangka analisis (how).

  • Dalam tafsir, metode bisa berupa: Analisis tematik (maudhu’i) dengan tahapan operasional yang jelas, penerapan hermeneutika Gadamerian (dengan menjelaskan konsep horizon dan fusion of horizons), atau Analisis Wacana Kritis (CDA) terhadap kitab-kitab tafsir tertentu.

Results (Hasil): Menyajikan Bukti Secara Objektif

Fungsi Results adalah menyajikan temuan mentahdari penerapan metode terhadap data. Bagian ini harus faktual, objektif, dan bebas dari interpretasi atau spekulasi. Tugas penulis di sini adalah “memberi tahu” bukan “membujuk”. Dalam penelitian tafsir, hasil dapat berupa kutipan langsung yang terorganisir, tabel perbandingan penafsiran, atau kategorisasi tema.

  • Contoh: “Dari 15 ayat tentang ‘adl dalam Surah An-Nisa’ yang dianalisis, 10 di antaranya ditafsirkan oleh Ibn ‘Asyur dengan merujuk secara eksplisit pada maqashid syariah (khususnya hifzh al-mal), sementara Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah lebih menekankan pada analisis semantik-linguistik (lughawi) dan konteks historis (asbab an-nuzul).”

Discussion (Pembahasan): Menafsirkan dan Menghubungkan

Ini adalah puncak dari artikel ilmiah, di mana penulis menjadi “ahli” yang menafsirkan hasil. Fungsi Discussion adalah memberi makna pada hasil, menghubungkannya dengan literatur yang dirujuk di Introduction, dan menjawab research gapyang telah ditetapkan. Di sinilah penulis berdebat, menjelaskan mengapa suatu temuan penting, menunjukkan implikasi teoretis, dan mengakui keterbatasan studi.

  • Contoh: “Perbedaan pendekatan yang ditemukan tidak hanya sekadar perbedaan gaya, tetapi mencerminkan pijakan epistemologis yang berbeda: Ibn ‘Asyur berangkat dari kerangka teleologis-hukum, sementara Quraish Shihab berangkat dari kerangka filologis-historis. Temuan ini memperkaya diskusi tentang metodologi tafsir kontemporer dengan menunjukkan bagaimana pilihan epistemologis seorang mufassir secara langsung membentuk output penafsirannya.”

(Implisit) Conclusion & References

Meski tidak masuk akronim, dua bagian ini wajib ada. Conclusionbukan ringkasan ulang, tetapi sintesis akhir yang menjawab “Jadi apa?” — merangkum kontribusi utama penelitian terhadap bidang ilmu. Sementara Referencesadalah cerminan etika akademik dan kejujuran intelektual; ketidakakuratan di bagian ini dapat merusak kredibilitas seluruh artikel.

C. Mengapa Jurnal Bereputasi (Bahkan di Bidang Tafsir) Mewajibkan Struktur IMRaD?

Adopsi struktur IMRaD oleh jurnal-jurnal bereputasi tinggi—termasuk di bidang humaniora dan studi Islam—bukanlah sebuah kebetulan atau sekadar mengikuti tren. Pilihan ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan strategis yang menjamin kualitas, efisiensi, dan integritas dalam ekosistem publikasi ilmiah global. Memahami alasan-alasan ini adalah kunci untuk meningkatkan peluang penerimaan naskah kita.

Efisiensi dalam Proses Peer-Review yang Ketat

Reviewer dan editor jurnal bereputasi (seperti yang terindeks Scopus, Web of Science, atau SINTA 1-2) adalah para akademisi yang sangat sibuk. Mereka menerima ratusan submission setiap bulannya, sementara waktu yang mereka miliki untuk menilai setiap naskah sangat terbatas. Struktur IMRaD berfungsi sebagai peta standar yang memungkinkan mereka mengevaluasi naskah secara cepat, sistematis, dan adil.

Dengan struktur yang konsisten, seorang reviewer dapat langsung menuju ke bagian-bagian kritis:

  • Introduction: Apakah penulis jelas menyatakan research gap dan kontribusi orisinalnya? Apakah peta penelitian terdahulu (state of the art) sudah komprehensif?
  • Methods: Apakah metodologi yang digunakan robust, tepat, dan dijelaskan dengan cukup detail untuk memungkinkan replikasi? Dalam studi tafsir, ini berarti menilai apakah kerangka teori (hermeneutika, semiotika, analisis wacana) diterapkan dengan konsisten.
  • Results: Apakah temuan yang disajikan objektif dan langsung menjawab pertanyaan penelitian? Apakah ada bias interpretasi yang menyusup ke dalam bagian ini?
  • Discussion: Apakah penulis berhasil menghubungkan temuan dengan literatur yang ada? Apakah interpretasinya logis dan tidak over-claim? Apakah keterbatasan penelitian diakui?

Tanpa struktur baku seperti IMRaD, naskah akan menjadi seperti esai yang berbelit-belit. Reviewer akan kesulitan melacak argumen utama dan metodologi, yang berakibat pada proses review yang lebih lama dan subjektif. Banyak naskah ditolak dengan alasan “tidak sistematis” atau “sulit untuk diikuti” — ini adalah kode untuk ketiadaan struktur IMRaD yang jelas.

Standarisasi dan Komunikasi Akademik Global

IMRaD telah menjadi bahasa universal atau lingua franca dunia publikasi ilmiah. Dengan menggunakan struktur ini, peneliti dari Indonesia yang meneliti tafsir Al-Qur’an sedang “berbicara” dalam bahasa yang sama dengan peneliti dari Mesir, Maroko, Inggris, atau Malaysia. Seorang reviewer asing mungkin tidak memiliki keahlian mendalam tentang konteks lokal atau figur ulama tertentu yang dibahas, tetapi mereka sangat paham dengan logika IMRaD.

Struktur ini berfungsi sebagai jembatan yang memfasilitasi dialog lintas budaya dan disiplin ilmu. Sebuah jurnal yang bercita-cita untuk go international dan mendapatkan sitasi yang luas harus mengadopsi standar ini. Hal ini memastikan bahwa pengetahuan yang dihasilkan dari kajian yang sangat spesifik sekalipun (seperti penafsiran Ibn ‘Asyur) dapat diakses, dinilai, dan diapresiasi oleh audiens akademik yang lebih luas, sehingga meningkatkan visibilitas dan dampak dari penelitian tersebut.

Memastikan Orisinalitas, Akuntabilitas, dan Kontribusi Ilmiah yang Jelas

Mungkin fungsi terpenting IMRaD adalah memaksakan disiplin intelektual pada penulis. Struktur ini memaksa penulis untuk secara eksplisit menyatakan dan memisahkan tiga hal mendasar:

  • Apa yang sudah ada (Literature Review): Penulis harus menunjukkan pemahaman mendalam terhadap tubuh pengetahuan yang sudah mapan.
  • Apa yang belum ada (Research Gap): Penulis harus mengidentifikasi dengan tepat celah, perselisihan, atau pertanyaan yang belum terjawab dalam literatur tersebut.
  • Apa yang saya tambahkan (Original Contribution): Penulis harus mendemonstrasikan bagaimana penelitiannya mengisi celah tersebut.

Pemisahan yang tegas ini, terutama antara Results (penyajian fakta) dan Discussion (interpretasi atas fakta), merupakan benteng terhadap plagiarisme ide, bias konfirmasi, dan over-generalization. Seorang penulis tidak bisa menyembunyikan ketiadaan kontribusi baru di balik bahasa yang puitis dan bertele-tele. IMRaD menuntut akuntabilitas: metode harus dijelaskan sehingga bisa dikritik, hasil harus disajikan secara jujur, dan klaim dalam diskusi harus didukung oleh hasil. Dalam konteks studi keagamaan, ini justru melindungi integritas penelitian dari subjektivitas yang liar dan memastikan bahwa setiap klaim penafsiran dapat ditelusuri kembali kepada metode dan data yang diajukan.

D. Adaptasi IMRaD untuk Humaniora dan Studi Keagamaan (Khususnya Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir)

Banyak mahasiswa mengira IMRaD adalah “kotak kaku” yang hanya cocok untuk penelitian kuantitatif—eksperimen, survei, dan statistik. Kekhawatiran ini muncul dari pemahaman yang keliru tentang esensi IMRaD, mengira bahwa strukturnya adalah tujuan, padahal ia hanyalah wadah. Ini adalah salah kaprah yang berbahaya karena dapat menghalangi peneliti humaniora untuk terlibat dalam percakapan ilmiah global. IMRaD, pada hakikatnya, adalah sebuah kerangka logika untuk menyajikan suatu argumentasi, bukan sekadar melaporkan suatu eksperimen. Kerangka ini justru sangat fleksibel dan dapat—bahkan harus—diadaptasi untuk penelitian kualitatif, termasuk studi tekstual dan filosofis yang menjadi ciri khas Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Kunci adaptasinya terletak pada penerjemahan fungsi setiap bagian IMRaD ke dalam bahasa dan praktik penelitian humaniora. Berikut adalah perbandingan yang memperlihatkan bagaimana transformasi itu terjadi:

Bagian IMRaD Dalam Sains/Eksakta (Konvensional) Adaptasi untuk Studi Al-Qur’an dan Tafsir
Introduction Latar belakang fenomena alam, tinjauan teori fisika/kimia, perumusan hipotesis. Latar belakang isu keagamaan kontemporer, state of the art kajian tafsir atas suatu tema, identifikasi gap dalam pendekatan atau pemikiran mufassir.
Methods Desain eksperimen, populasi dan sampel, variabel, alat ukur, teknik analisis statistik. Pendekatan tafsir (e.g., tematik/maudhu’i, historis, semiotik), kriteria pemilihan ayat dan mufassir, teknik analisis teks (e.g., analisis wacana, hermeneutika), justifikasi filosofis kerangka teori.
Results Data angka, grafik, tabel statistik, hasil uji signifikansi. Kutipan langsung dan terstruktur dari ayat & teks tafsir, deskripsi pola penafsiran yang ditemukan, perbandingan ide antar mufassir, temuan wacana kunci.
Discussion Interpretasi data statistik, pengujian hipotesis, menjelaskan mengapa hasilnya signifikan/tidak. Analisis mendalam tentang makna temuan, menghubungkan pola penafsiran dengan teori hermeneutika atau konteks sosio-historis mufassir, implikasi bagi studi Islam kontemporer.

Contoh Penerapan: Dekonstruksi sebuah Judul Artikel

Mari kita dekonstruksi contoh judul artikel: “The Concept of Environmental Justice in the Qur’an: A Thematic Analysis of Selected Verses and Their Interpretation by Contemporary Mufassirun”

  • Introduction: Bagian ini tidak akan membahas teori ekologi umum, tetapi fokus pada urgensi eco-theology dalam wacana keislaman kontemporer. Penulis akan memetakan state of the art dengan menunjukkan bagaimana sarjana A (misalnya, Fazlur Rahman) dan sarjana B (misalnya, Seyyed Hossein Nasr) telah membahas relasi manusia-alam dalam Islam, lalu mengidentifikasi gap: “Namun, kajian-kajian tersebut belum menyentuh analisis mendalam tentang konsep keadilan (‘adl) sebagai prinsip sentral dalam etika lingkungan Qur’ani secara tematik.”
  • Methods: Bagian ini akan sangat kualitatif tetapi tetap rigor. Penulis akan menjelaskan:
    • Pendekatan: Thematic Analysis (Maudu’i’) model mana yang digunakan?
    • Sumber Data: Kriteria purposive sampling dalam memilih 10 ayat tentang alam dan keadilan. Mengapa ayat-atau itu yang dipilih?
    • Mufassir: Alasan memilih Yusuf Qardhawi (representasi fiqh kontemporer) dan Nasr Hamid Abu Zayd (representasi hermeneutika kritis).
    • Teknik Analisis: Bagaimana langkah-langkah analisis teks dilakukan? (e.g., coding untuk tema, analisis perbandingan).
  • Results: Di sini, penulis akan menyajikan “data” berupa kutipan dan deskripsi. Misalnya: “Qardhawi dalam Fiqh al-Bi’ah menafsirkan QS. Al-A’raf: 85 dengan menekankan larangan kerusakan (ifsad) dalam konteks hukum modern… Sementara itu, Abu Zayd dalam Mafhum an-Nass membaca ayat yang sama sebagai dekonstruksi terhadap struktur kekuasaan yang zalim…”
  • Discussion: Bagian puncak ini akan menafsirkan perbedaan tersebut. Penulis akan berargumen: “Perbedaan penafsiran ini merefleksikan paradigma yang bertolak belakang: Qardhawi beroperasi dalam kerangka fiqh al-bi’ah (fikih lingkungan) yang bertujuan untuk menghasilkan norma hukum, sedangkan Abu Zayd menggunakan hermeneutika dekonstruktif untuk membongkar wacana kekuasaan yang melekat dalam sejarah penafsiran. Temuan ini memperlihatkan bahwa teks Qur’an tidak dibaca secara naif, tetapi selalu melalui lensa epistemologis yang dipilih oleh mufassir.”

Dengan adaptasi ini, IMRaD tidak membatasi, tetapi justru memperkuat kedalaman analisis kajian tafsir dengan memberikan struktur untuk menyajikan argumentasi yang lebih terencana, terdokumentasi, dan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Penutup: IMRaD Bukan Belenggu, Melainkan Pintu Gerbang Menuju Percakapan Akademik Global

Bagi mahasiswa S2 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta para peneliti di bidang humaniora keislaman pada umumnya, mengadopsi struktur IMRaD seringkali dirasakan sebagai sebuah dilema. Ada kekhawatiran bahwa pendekatan yang sistematis dan seemingly “kering” ini akan mengikis kedalaman spiritualitas, kekayaan bahasa, dan nuansa filosofis yang merupakan jiwa dari tradisi keilmuan Islam. Kekhawatiran ini tidak hanya salah alamat, tetapi juga berpotensi meminggirkan kontribusi pemikiran Islam dari percakapan akademik yang paling depan.

Penting untuk ditekankan bahwa menulis artikel berstruktur IMRaD sama sekali bukan berarti meninggalkan khazanah intelektual Islam yang kaya. Justru sebaliknya—IMRaD adalah alat strategis untuk membawa warisan agung tersebut, mulai dari tafsir mu’tabarah, qira’at, hingga diskusi filsafat dan hermeneutika, ke panggung global. Ia adalah bahasa yang memungkinkan karya-karya kita “dibicarakan” dalam forum internasional, dikutip oleh sarjana lintas budaya dan agama, dan pada akhirnya, memastikan bahwa perspektif Islam yang otentik dan mendalam tidak absen dari diskusi-diskusi besar kemanusiaan kontemporer. Dengan IMRaD, kita tidak mencerabut diri dari akar, tetapi justru memberikan akar itu ruang tumbuh yang lebih luas.

Oleh karena itu, pandangan yang menyatakan IMRaD sebagai “budaya Barat” yang harus diwaspadai adalah pandangan yang simplistik dan a-historis. IMRaD bukan tentang content (isi) melainkan tentang container (wadah). Ia adalah sebuah konvensi komunikasi, bukan sebuah dogma epistemologi. Logika penyajian yang jelas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi) adalah nilai universal yang juga ditemukan dalam tradisi keilmuan Islam klasik. Perhatikan bagaimana para ulama menyusun kitab-kitab mereka dengan pembukaan (muqaddimah) yang menjelaskan latar belakang dan urgensi, metode penyajian (thariqah), penyajian matan dan data (naql), dan akhirnya disertai dengan analisis dan syarah (syarah dan ta’liq). IMRaD, dalam hal ini, dapat dilihat sebagai modernisasi dan standardisasi dari logika penyajian yang sudah ada.

Dengan demikian, IMRaD bukanlah sebuah tembok yang membatasi, melainkan sebuah jembatan yang menghubungkan. Ia bukan belenggu yang membatasi kreativitas, melainkan kunci yang membuka pintu dialog. Ia adalah alat yang memampukan gagasan-gagasan besar dan relevan yang lahir dari studi Al-Qur’an—tentang keadilan sosial, etika lingkungan, relasi gender, tanggung jawab teknologi, dan keindahan dalam pluralisme—untuk didengar, dikritisi, dikutip, dan diapresiasi oleh khalayak akademik global. Dalam ekosistem ilmu pengetahuan modern, sebuah ide, sehebat apa pun, akan sulit berdampak luas jika disajikan dengan cara yang tidak terstruktur dan tidak dapat diverifikasi.

Oleh karena itu, mulai hari ini, mari kita latih diri untuk berpikir dan menulis secara IMRaD. Lakukan ini bukan semata-mata untuk mengejar publikasi atau memenuhi kewajiban administratif. Lakukan ini dengan niat yang lebih luhur: kita ingin pemikiran Islam tampil secara elegan, sistematis, rigor, dan karena itu, tak terbantahkan di forum akademik dunia. Kita menguasai IMRaD bukan untuk menjadi “pengikut” Barat, tetapi untuk menjadi mitra dialog yang setara dan yang mampu menyumbangkan perspektif unik dan sangat dibutuhkan dari tradisi Islam ke dalam percakapan umat manusia tentang masa depan. Dengan menguasai bahasa global ini, kita memastikan bahwa suara Al-Qur’an terus bergema dengan semangat zaman, didengar oleh setiap generasi, dan menjadi bagian dari solusi atas persoalan-persoalan global. IMRaD adalah sarana untuk mewujudkan misi intelektual dan spiritual itu.

Referensi

  1. Day, R.A. & Gastel, B. (2012). How to Write and Publish a Scientific Paper. 7th ed. Cambridge University Press. (Bab 2: Structure).
  2. Swales, J.M. & Feak, C.B. (2012). Academic Writing for Graduate Students. University of Michigan Press. (Bab tentang Introduction & Discussion).
  3. Artikel: “Why IMRAD?” – tersedia di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3475063/
  4. Contoh artikel: Journal of Qur’anic Studies, Vol. 23 No. 1, 2021 — “Revisiting the Context of Revelation: A Methodological Inquiry”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *